Mencegah Bully Sedari Dini

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Bullying memiliki padanan kata dalam Bahasa Indonesia, yakni merundung yang berasal dari kata rundung yang memiliki arti 'mengganggu; mengusik terus menerus; menyusahkan, juga merisak dari kata risak yang maknanya 'mengusik, mengganggu.


Bully
Ilustrasi Perundungan


Berdasarkan itu, kata merundung lebih mendekati makna bully, karena memiliki unsur makna terus - menerus.

Maka seseorang dikatakan telah mengalami perundungan bila telah diganggu berulang kali dan dari waktu ke waktu, secara fisik maupun psikis. 
Perlu diketahui bentuk-bentuk bullying atau gangguan yang dapat berupa kekerasan verbal, sosial, dan fisik. Contohnya ; mengolok, membentak, mencela, memanggil dengan julukan, didorong, pukulan, penyebaran rumor, bahkan ancaman. 

Islam sangat melarang bullying. Allah jelas - jelas berfirman dalam Surat Al Hujurat Ayat 11, yang artinya: ‘Wahai orang - orang yang beriman ! Janganlah suatu kaum mengolok - olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok - olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok - olok) dan jangan pula perempuan - perempuan (mengolok - olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok - olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok - olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar - gelar yang buruk. Seburuk - buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.’

Merujuk pada ayat di atas, bila mengolok saja dilarang, apalagi bila menyakiti secara fsik.

Kasus bullying banyak terjadi di lingkungan anak - anak dan remaja. Bukan sekadar mengolok - olok, namun sudah menyakiti fisik yang dapat berakibat serius. Sayangnya tak semua mendapatkan perhatian masyarakat luas.

Tindak Kekerasan Berdampak Serius
Tak pernah terbayang bagi bocah delapan tahun harus kehilangan fungsi mata kanannya yang berawal menolak paksaan memberi uang jajan, sebatang tusuk bakso dicolokkan ke mata kanannya oleh si kakak kelas. Murid Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Menganti, Gresik, Jawa Timur itu sempat membela diri. Hingga menyadari matanya berdarah. Sontak kaget, ia berlari ke kamar mandi membasuh mata. 

Kejadian lain terjadi di Demak, Jawa Tengah. Bagaimana bisa seorang murid sekolah menengah atas terpikir melukai gurunya, sungguh kenyataan yang ironis.

Anak-anak dan pemuda adalah generasi penerus bangsa. Alih - alih melakukan tindak kekerasan, seharusnya banyak hal - hal baik yang bisa mereka lihat, tiru, dan lakukan. 

Kasus kekerasan semakin sering terjadi dan seolah semakin mudah bagi anak -anak untuk melihat, mengidentifikasi dan menduplikasi perilaku amoral yang berseliweran. 

Dua kasus di atas  hanya sedikit contoh kejadian, namun, sudah cukup menjadi bukti bahwa ada yang kurang dalam pola asuh dan mendidik anak - anak kita.

Selalu Libatkan Allah
Sudah selayaknya orang tua menjadi teladan utama bagi anak - anaknya, sepatutnya pula orang tua menghadirkan versi terbaik dari dirinya dalam membersamai tumbuh kembang buah hatinya. 

Begitu pun bagi anak, seharusnya cerdas memilah dan memilih apa - apa saja yang patut ditiru. Bila pada usia kanak - kanak, mungkin memang belum dapat melakukannya, namun setelah cukup matang anak mampu menilai mana yang baik dan tidak untuk ditiru. Tentunya, bila telah dibekali dengan pemahaman tentang itu.

Sejak kecil, anak perlu diajari menyampaikan perasaannya, baik ketika merasa bahagia, kecewa, atau marah karena sesuatu hal. Tujuannya, agar tak menyulut emosi yang meluap - luap. Juga, untuk menaati perintah Allah dalam menahan marah. Seperti firman Allah dalam Surat Al Imron Ayat 134, yang artinya : ‘… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.’
Perlu diingat, bahwa kebutuhan mengendalikan emosi dan marah, semata demi kebaikan diri sendiri.

Pesantren Sabtu Minggu Assalaam juga mengajarkan adab dan akhlaq sejak dini kepada seluruh santri - santri yang belajar. Selain ilmu Agama, seluruh santri juga diajari tentang tata krama baik dengan sesama teman dan orang - orang yang lebih tua.
 
Perlu diingat, bahwa kebutuhan mengendalikan emosi dan marah, semata demi kebaikan diri sendiri. Rasulullah saw. juga menasihati sahabat bahwa mengendalikan marah dapat menyelamatkan seorang hamba dari kemurkaan Allah Swt. Bahkan beliau menyebut orang kuat adalah yang mampu mengendalikan diri saat marah

Nabi Muhammad SAW telah memberikan contoh bagaimana mengendalikan emosi yang dirasakan saat marah. Seperti, membaca taawudz, berwudhu, bersabar dan diam, serta duduk atau mengambil posisi tidur.

Trensami Assalaam
Ilustrasi Keluarga Muslim


Ada tips ampuh sebelum bereaksi terhadap suatu candaan atau sikap yang tidak menyenangkan yang bisa kita ajarkan kepada anak - anak kita atau kita terapkan dalam kehidupan sehari - hari. Ambillah jeda waktu sebentar untuk memberi kesempatan memproses emosi agar tak bereaksi negatif. Setiap individu selalu memiliki kesempatan memilih reaksi apa yang ingin diberikan. 

Mengatur emosi, terlebih saat merasa tersinggung memang bukan hal mudah tetapi dapat kita latih.

Allah berfirman di Surat Asy Syams Ayat 8 yang artinya : ‘Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya.’ 

Allah menerangkan potensi keburukan dan kebaikan pada manusia. Manusia beruntung adalah yang menjaga jiwanya tidak terkotori kejahatan. Begitu pun bagi anak, jika lingkungannya memiliki kecenderungan nilai - nilai baik Insya Allah jiwanya terbentuk menjadi baik. 

Menurut dr. Khairina, Sp.KJ, spesialis Kedokteran Jiwa RS PHC Surabaya, banyak faktor yang terjadi pada fase tumbuh kembang anak dan  mempengaruhi karakter anak.  Faktor genetik, kondisi saraf, pengasuhan dan sebagainya. 

“Kelainan yang terjadi pada otak sejak lahir, menyebabkan perilaku anak menjadi tidak sabaran dan impulsif, dan salah satu upaya agar anak sehat, ibu hamil harus bahagia dan terjaga nutrisinya", ujar dr Khairina.

Pada pertumbuhan yang normal, saraf mempunyai cabang yang sangat banyak, berlapis, dan panjang  bagaikan hutan belantara. Sehingga, pemiliknya bisa berpikir panjang dan mempertimbangkan tindakannya. Namun, pada mereka yang “sumbu pendek”, tidak banyak cabang sarafnya. Sehingga, kurang bisa berpikir panjang menyangkut dampak dari sikapnya. 

Setiap orang tua tentu rela mengupayakan dan menyediakan segala yang dibutuhkan buah hatinya. Bukan hanya tersedia, seluruh unsur pendukungnya harus berinteraksi secara positif dengan anak - anak agar proses tumbuh kembang anak berlangsung aman dan sehat secara utuh dan menyeluruh.
Keluarga harus menyuguhkan teladan kebaikan.   

Sebagai orang tua semestinya dapat menjadi sosok panutan dalam memberi contoh dan mendidik anak. Agar tak hanya berperilaku baik di dunia, namun juga mendapat keberkahan hingga akhirat kelak.

(NE/020424) 







Pesantren Sabtu Minggu Assalaam